PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pengertian
Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional di Indonesia diatur dalam ketentuan
UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Menurut UU No. 24 Tahun
2000, perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu
yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Berikut beberapa pendapat
tentang perjanjian internasional menurut para ahli.
a.
Oppenheimer-Lauterpacht
Perjanjian internasional adalah suatu
persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara
pihak-pihak yang mengadakannya.
b.
Dr.
B. Schwar Zen Berger
Perjanjian internasional adalah
sebagai suatu persetujuan di antara subjek-subjek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, baik
dalam bentuk bilateral maupun multilateral.
c.
Academy
of Sciences of USSR
Perjanjian internasional adalah suatu
persetujuan yang dinyatakan secara formal di antara dua atau lebih
negara-negara mengenai pemantapan, perubahan, atau pembatasan daripada hak dan
kewajiban mereka secara timbal balik.
d.
Prof.
Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.
Perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan di antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu.
Menurut Pasal 38 Ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional, perjanjian internasional
merupakan sumber utama dari sumber-sumber hukum internasional lainnya.
Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting, karena alasan
berikut:
a. Perjanjian
internasional lebih menjamin kepastian hukum sebab perjanjian internasional
dilakukan secara tertulis.
b. Perjanjian
internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama di antara para
subjek hukum internasional.
Berdasarkan dua alasan tersebut, suatu perjanjian
internasional yang dibuat secara sepihak karena ada unsur paksaan dianggap
tidak sah dan batal demi hukum.
Istilah-Istilah
dalam Perjanjian Internasional
a.
Traktat
(Treaty)
Traktat adalah suatu bentuk perjanjian
internasional yang sering digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang
menyangkut bidang politik dan keamanan, seperti perjanjian keamanan antara
Indonesia dan Australia.
b.
Konvensi
(Convention)
Konvensi adalah suatu bentuk
perjanjian internasional yang umumnya digunakan berbagai negara untuk melakukan
perjanjian dengan beberapa negara.
c.
Protokol
(Protocol)
Protokol adalah bagian integral dari
suatu bentuk perjanjian internasional yang sifatnya untuk menambah atau
mengubah ketentuan-ketentuan pada perjanjian, seperti The Protocol for the Pacipic Settlement of International Disputes, Genewa,
2 Oktober 1924.
d.
Persetujuan
(Agreement)
Persetujuan adalah bentuk perjanjian
internasional yang digunakan oleh beberapa negara dan sifatnya terbatas atau
hanya berlaku bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya, seperti Manila Agreement.
e.
Perikatan
(Arrangement)
Perikatan (Arrangement) adalah istilah yang digunakan untuk transaksi yang
sifatnya sementara atau tidak diratrifikasi.
f.
Proses
Verbal
Proses verba adalah catatan,
ringkasan, atau kesimpulan konferensi diplomatik. Dapat pula merupakan catatan
permufakatan dan tidak diratrifikasi.
g.
Piagam
(Statue)
Piagam adalah suatu bentuk perjanjian
internasional yang mengatur anggaran dasar suatu organisasi internasional,
seperti Statute of The International
Count of Juctice (Piagam Mahkamah Internasional)
h.
Deklarasi
(Declaration)
Deklarasi adalah suatu bentuk pernyataan
internasional yang mengikat pihak-pihak atau negara-negara yang terlibat di
dalam pernyataan internasional, seperti Deklarasi Paris tahun 1856.
i.
Modus
Vivendi
Modus vivendi adalah dokumen untuk
mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai berhasil
mewujudkan yang lebih permanen, terinci, dan sistematis serta tidak memerlukan
ratrifikasi.
j.
Pakta
(Pacta)
Pakta adalah suatu bentuk perjanjian
internasional yang dilakukan oleh beberapa negara dan sifatnya terbatas atau
hanya berlaku bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya. Contoh adalah The Pact of The League of Arab States, 22
Maret 1945.
k.
Charter
Charter
adalah
suatu bentuk perjanjian internasional yang mengikat kepada pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya, seperti The Charter
of The United Nations Organization yang dijadikan Piagam PBB.
l.
Convenant
Convenant
adalah
suatu bentuk perjanjian internasional yang dipakai untuk Piagam Liga
Bangsa-Bangsa, seperti The Convenant of
The League of Nations.
m.
Pertukaran
Nota
Pertukaran Nota adalah metode tidak
resmi namun banyak digunakan. Biasanya dilakukan oleh wakil-wakil militer dan
negara dan bisa bersifat multilateral dan melahirkan kewajiban bagi yang
mengadakannya.
n.
Ketentuan
Penutup (Final Act)
Ketentuan Penutup (Final Act) adalah ringkasan hasil
konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan, dan masalah yang
disetujui konferensi dan tidak diratrifikasi.
o.
Ketentuan
Umum (General Act)
Adalah traktat yang bersifat resmi
dan tidak resmi.
Asas-Asas
Perjanjian Internasional
Dalam membuat
perjanjian internasional harus memerhatikan asas-asas berikut:
a. Pacta
Sunt Servada, yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap
perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakannya.
b. Egality
Rights, yaitu asas yang menyatakan bahwa pihak yang saling
mengadakan hubungan atau perjanjian internasional mempunyai kedudukan yang
sama.
c. Reciprositas,
yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu negara terhadap negara lain
dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif maupun positif.
d. Bonafides, yaitu asas yang
menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik
dari kedua belah pihak agar dalam perjanjian tersebut tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.
e. Courtesy, yaitu asas saling
menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
f. Rebus
sig Stantibus, yaitu asas yang dapat digunakan terhadap
perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Klasifikasi
Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional dapat dikelompokkan dalam
bermacam-macam penggolongan yang didasarkan atas hal-hal tertentu. Adapun
klasifikasi dari perjanjian internasional adalah sebagai berikut.
Menurut
subjeknya
a. Perjanjian
antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
b. Perjanjian
antara negara dengan subjek hukum internasional lainnya.
c. Perjanjian
antar-subjek hukum internasional selain negara.
Menurut
jumlah pihak yang mengadakan perjanjian
a. Perjanjian
bilateral, yaitu perjanjian antara dua negara yang mengatur kepentingan dua
negara tersebut.
b. Perjanjian
multilateral, yaitu perjanjian yang melibatkan banyak negara yang mengatur
kepentingan kepentingan semua pihak.
Menurut
isinya
a. Segi
politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
b. Segi
ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan keuangan.
c. Segi
hukum, seperti status kewarganegaraan, ekstradisi, dan sebagainya.
d. Segi
batas wilayah, seperti batas laut teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya.
e. Segi
kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit, dan
sebagainya.
Menurut
peoses pembentukannya
a. Perjanjian
bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatangan, dan
ratrifikasi.
b. Perjanjian
bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan (biasanya digunakan kata persetujuan).
Menurut
sifat pelaksanaan perjanjian
a. Perjanjian
yang menentukan (dispositive treaties),
yaitu suatu perjanjian yang maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai sesuai
isi perjanjian itu.
b. Perjanjian
yang dilaksanakan (executory treaties), yaitu
perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekali, melainkan dilanjutkan secara
terus-menerus selama jangka waktu perjanjian berlaku.
Menurut
fungsinya
a. Perjanjian
yang membentuk hukum (law making
treaties), yaitu suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan hukum
bagi masyarakat internasional secara keseluruhan atau bersifat multilateral.
Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga.
b. Perjanjian
yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu
perjanjian yang hanya menimbulkan akibat-akibat hukum (hak dan kewajiban) bagi
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau bersifat bilateral.
Tahap-tahap
perjanjian internasional
Menurut Konvensi Wina 1969 tetang Hukum Perjanjian
Internasional disebutkan tahapan-tahapan pembuatan perjanjian internasional
sebagai berikut:
a. Perundingan
(negotiation) merupakan perundingan
tahap pertama tentang objek tertentu, diwakili oleh kepala negara, kepala
pemerintahan, dan Menteri Luar Negeri atau duta besar dengan menunjukkan surat
kuasa penuh (full powers).
b. Penandatanganan
(signature), biasanya dilakukan oleh
Menteri Luar Negeri atau kepala pemerintahan. Perjanjian belum dapat berlaku
sebelum diratrifikasi oleh masing-masing negara.
c. Pengesahan
(ratrification) merupakan tahap akhir
dalam prosedur pembuatan perjanjian internasional. Tujuan dilakukan ratrifikasi
adalah memberi kesempatan kepada negara-negara peserta guna mengadakan
perjanjian serta pengamatan secara saksama, apakah negaranya dapat diikat oleh
perjanjian itu atau tidak.
Berlakunya
Perjanjian Internasional
a. Mulai
berlaku sejak tanggal ditentukannya atau menurut yang disetujui oleh negara
perunding.
b. Jika
tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah
persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
c. Bila
persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian
itu berlaku maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal
tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
d. Ketentuan-ketentuan
perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu
negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya,
persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul
sebelum perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
Berakhirnya
Perjanjian Internasional
Menurut Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional dapat
batal karena hal-hal berikut:
a. Terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu peserta
(Pasal 46 dan 47)
b. Jika
terdapat unsur kesalahaan berkenaan dengan suatu fakta atau keadaan pada waktu
perjanjian itu dibuat (Pasal 48).
c. Jika
terdapat unsur penipuan oleh salah satu peserta terhadap peserta lain (Pasal
49).
d. Jika
terdapat kelicikan terhadap mereka yang menjadi kuasa penuh dari negara peserta
(Pasal 50).
e. Jika
terdapat unsur paksaan kepada seorang peserta kuasa penuh (Pasal 51 dan 52).
f. Jika
pada waktu pembuatan perjanjian tersebut ada ketentuan yang bertentangan dengan
suatu kaidah dasar (asas ius cogent)
(Pasal 53).
0 komentar:
Post a Comment