Sistem Pemerintahan Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal
A.
SISTEM PEMERINTAHAN
7 Kabinet
Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Pada masa
demokrasi liberal dalam Indonesia, sistem politik yang dimiliki oleh Indonesia
telah berhasil mendorong munculnya berbagai macam partai politik. Hal tersebut
disebabkan karena dalam sistem kepartaian, sistem politik Indonesia menganut
sistem multipartai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi
liberal parlementer yang memiliki gaya barat dengan sistem multipartai yang
dianut, maka partai-partai politik yang mulai muncul inilah yang akan
menjalankan pemerintahan Indonesia melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen
dalam tahun 1950 sampai dengan tahun 1959.
Partai-partai
politik pada pemerintahan Indonesia mengalami masa berkiprahnya dalam jangka
waktu antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1959. Pada masa tersebut terjadi
banyak pergantian kabinet atau sering jatuh bangunnya kabinet dalam
pemerintahan Indonesia karena keadaan pemerintahan Indonesia yang tidak stabil,
sehingga partai-partai politik yang terkuat dapat mengambil alih kekuasaan
pemerintahan Indonesia dengan mudah. Pada masa tersebut partai yang terkuat
dalam DPR adalah PNI dan Masyumi. Dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun
(tahun 1950 sampai dengan tahun 1955), PNI dan Masyumi silih berganti untuk
memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Pada masa demokrasi liberal dalam
Indonesia, susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan Indonesia, adalah
sebagai berikut.
KABINET NATSIR (6 September
1950-21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7
September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri.
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua
terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang
sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di
mana tokoh-tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono
IX, Mr.Asaat, Ir.Djuanda, dan Prof.Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir
adalah:
1.
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
2.
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan
pemerintahan
3.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang
4.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat
5.
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat
Keberhasilan
yang pernah dicapai oleh Kabinet Natsir:
1.
Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang
mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
2.
Indonesia masuk PBB
3. Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk
pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat
Kendala/masalah
yang dihadapi selama kabinet Natsir adalah sebagai berikut:
- Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan)
- Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi bantuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran
- Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya
dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS.
PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 tahun 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22
Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951
Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
KABINET SUKIMAN (27 April 1951-3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan
mandatnya pada presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi
formatur. Hampir satu bulan beliau berusaha membentuk kabinet koalisi antara
PNI dan Masyumi. Namun usahanya itu mengalami kegagalan, sehingga ia
mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28
Maret-18 April 1951).
Presiden Soekarno kemudian
menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi )
sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI.
Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI )
yang dipimpin oleh Soekiman.
Program pokok Kabinet Sukiman adalah
sebagai berikut:
- Menjamin keamanan dan ketentraman
- Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
- Mempercepat persiapan pemilihan umum.
- Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
- Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.
Hasil atau
prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu tidak terlalu
berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya
saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti
awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya
diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut;
- Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
- Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
- Masalah Irian barat belum juga teratasi.
- Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh pertentangan dari Masyumi dan
PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet
tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.
KABINET WILOPO (3 April
1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden
Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi)
menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai
formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di
bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet
ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI
Program
pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
Program
dalam negeri:
a.
Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD)
b.
Meningkatkan kemakmuran rakyat
c.
Meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan
keamanan.
Program luar
negeri:
- Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda
- Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia
- Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif
Kabinet ini tidak mempunyai prestasi yang bagus, justru sebaliknya banyak
sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut:
1.
Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena
jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus
meningkat.
2. Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara
yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga
membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
3.
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme
yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa
ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
4. Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya
pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak
senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan
kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern
dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang
ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai
penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan
parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.
Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan
kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di
berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin
Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi
saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak
percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan
mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira
angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
Munculnya
peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing
untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah
perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar
Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para
petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi
bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung
Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para
petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Akibat peristiwa Tanjung Morawa
muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet
Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada
tanggal 2 Juni 1953.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli
1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali
Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini
tanpa dukungan masyumi, namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup
banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai
baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai
Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
- Meningkatkan
keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
- Pembebasan
Irian Barat secepatnya.
- Pelaksanaan
politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
- Penyelesaian
Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Ali Sastroamijoyo I yaitu.
- Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955.
- Menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
- Konferensi
Asia-Afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April
1955.
Konferensi dihadiri oleh 29 negara –
negara Asia – Afrika, terdiri 5
negara pengundang dan 24 negara yang diundang. KAA I itu ternyata memiliki pengaruh dan
arti penting bagi
solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga
membawa akibat yang lain, seperti :
- Berkurangnya
ketegangan dunia.
- Australia
dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di
negaranya.
- Belanda
mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih
bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini
menghasikan beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial
Discrimination dan basic peper on Radio Activity.
Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya
Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini
sebagai berikut.
- Menghadapi
masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti
DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
- Terjadi
peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut
dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari
Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai
gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima
AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya
dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD.
Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak
seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di
Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
- Keadaan
ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan
gejala membahayakan.
- Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
- Munculnya
konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik
kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh
partai lainnya.
NU menarik dukungan dan menterinya
dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus
1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan
oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi.,
sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin
Harahap adalah:
1. Mengembalikan
kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan
pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru
3. Masalah
desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan
pengembalian Irian Barat
5. Politik
Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil
dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu:
1. Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan
15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2. Perjuangan
Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
3. Pemberantasan
korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.
4. Terbinanya
hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5. Menyelesaikan
masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab kegagalan dari
kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat
pada 28 Oktober 1955.
Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu
tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun
jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen
yang baru pula.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret
1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi
mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini
merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program
pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah:
1. Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka
panjang, sebagai berikut:
a. Perjuangan
pengembalian Irian Barat
b. Pembentukan
daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
c. Mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d. Menyehatkan
perimbangan keuangan negara.
e. Mewujudkan
perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
2. Pembatalan
KMB,
3. Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,
4. Melaksanakan
keputusan KAA. Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai
oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh
dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and
investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut:
1.
Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2.
Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin
menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer
seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan
Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan
Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
3.
Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena
pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4.
Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru
khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang
kuat ekonominya. Muncullah
peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
5.
Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi
menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan
daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan
asas demokrasi dan parlementer.
Mundurnya sejumlah menteri dari
Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada
presiden
KABINET DJUANDA ( 9 April
1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk
karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS
1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh
Ir. Juanda.
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga
disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
- Membentuk
Dewan Nasional
- Normalisasi
keadaan Republik Indonesia
- Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
- Perjuangan
pengembalian Irian Jaya
- Mempergiat/mempercepat
proses Pembangunan Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang
terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah
ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil atau
prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu:
- Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
- Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
- Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
- Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
- Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta
- Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
- Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI
yaitu Demokrasi Terpimpin.
A. DEMOKRASI
LIBERAL (1950-1959)
Pada kesempatan
ini akan di bahas tentang peristiwa pada masa demokrasi liberal setalah RIS di
bubarkan di antaranya:
1. Pemberlakuan
system kabinet parlementer
Semenjak RIS dibubarkan dan kemudian
berdirilah ngegara kesatuan republik Indonesia dengan pedoman UUDS 1950. Isi
UUDS itu ialah menganut demokrasi liberal dan cabinet parlementer yang meniru
konstitusi Negara-negara barat.
Ciri-ciri demokrasi
liberal di Indonesia:
1) Kedudukan
kepala Negara tidak dapat di ganggu gugat
2) Kabinet
dipimpin perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlementer
3) Susunan
anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen
4) Masa jabatan
kabinet tidak ditentukan dengan pasti lamanya
5) Kabinet dapat
dijatuhkan setiap waktu parlemen, sebaliknya pemerintahan dapat mebubarkan
parlemen
Pada masa
demokrasi liberal (1950-1959) telah terjadi pergantian kabinet sebnayak 7 kali
diantaranya :
1) kabinet
natsir (6 Oktober 1950-21 Maret 1951)
2) Kabinet
sukiman – suwiryo (27 April 1951 – 23 Feberuari 1952)
3) Kabinet
wilopo (3 april 1952 – 3 juni 1953)
4) Kabinet ali
satroamidjojo I (31 juli 1953 – 1955)
5) Kabinet
burhanudn harahap (12 agustus 1955-3 maret 1956)
6) Kabinet ali
satroamidjojo II (20 maret 1956-14 maret 1957)
7) Kabinet
juanda (9 april 1957 – 10 juli 1959)
8) Pemilihan
umum
Persiapan menuju pemilu dirintis
oleh kabinet ali I dan pelaksanaan dilakukan semsa kabinet burhanudin harahap
pemilu pertama berlangsung 2 tahap :
- 29
september 1955 digunakan untuk memilih anggota DPR
- 15 Desember
1955 pemilu dmanfaatkan untuk memilih anggota konstituante. Pada pemili
pertama ini 39 juta rakyata indonesai memberikan hak suaranya dengan
tenang dan tertib.
- Upaya
konstituante menyusun undang undang dasar baru. Konstituante dipilih rakyat dengan tugas merancang
undang – undang dasar uud baru untuk menggantikan undang undang dasar
sementara 1950. Anggota konstituante mulai siding pada 10 november 1956.
Namun dalam perjalanan nya anggota onstituante in gagal dalam menetapkan
undang-undang dasar RI.
- Dekrit
presiden 5 juli
Setelah konstituante gagal menetapkan Uud RI, presiden
RI soekarno mengeluarkan dekrit presiden, di bacakan pada acara resmi di istana
merdeka pada 5 juli 1959.
- Pembubaran
Konstituante
- Pemberlakuan
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
- Pembentukan
MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
B.
SISTEM KEPARTAIAN
Sistem multipartai memang menjadi ciri khas dari
sistem pemerintahan parlementer di era Demokrasi Liberal. Saat itu, peran
partai politik dalam mempengaruhi situasi politik nasional sangat menonjol.
Baik tidaknya pengaruh yang diberikan oleh partai politik terhadap situasi
nasional tergantung bagaimana partai politik tersebut menjalankan fungsinya
sebagai sebuah partai politik.
Kehidupan berpolitik lahir dari aspirasi-aspirasi
masyarakat yang ingin dengan visi dan misi yang telah mereka buat sesuai
kesepakatan.
Kebebasan berpolitik adalah bagian dari Negara
demokrasi yang membebaskan rakyatnya untuk membuat partai, namun partai yang
mereka buat harus memenuhi kreteria yang di tentukan Negara.
Kehidupan politik tidak lepas dari peranan pemerintah,
karna pemerintah merupakan katalisator terhadap partai politik
Politik sangat membutuhkan peran warga Negara. Tanpa
peran rakyat suatu politik tidak akan berkembang, karena suara serta dukungan
rakyatlah yang menjadikan partai politik lebih kuat dan maju dalam mensebar
luaskan visi dan misi mereka. Dampak positif multipartai :
1.
Demokrasi berjalan dengan baik
2.
Inspirasi rakyat mampu menciptakan suatu partai
3.
Rakyat bebas bersuara
4.
Adanya oposisi antara partai satu dan yang lainnya
Dampak negatifnya :
- Menimbulkan
persaingan tidak sehat
- Saling
menjatuhkan antara partai satu dan yang lainnya
- Banyaknya
partai-partai politik dalam arti tidak sehat
- Dan
berujung pada permusuhan dan perpecahan di antara partai satu dan yang
lainnya
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Multipartai
Semua
sistem kepartaian pasti memiliki kelebihan dan kekurangan tak terkecuali sistem
multi partai. Sistem multi partai merupakan salah satu praktek demokrasi dimana
sistem ini muncul karena adanya kebebasan untuk bersuara dan mengeluarkan
aspirasi dalam bentuk partai politik. Kelebihan sistem multi
partai ini adalah:
1.
Demokrasi berjalan dengan baik
2.
Aspirasi rakyat mampu menciptakan suatu
partai
3.
Rakyat bebas bersuara
4.
Adanya oposisi antara partai satu dan yang
lainnya
Kekurangannya antara lain adalah:
- Menimbulkan persaingan tidak sehat
- Paling menjatuhkan antara partai satu dan yang lainnya.
- Dapat menghambat kelancaran semua program kerja pemerintah.
- Partai-partai politik dalam arti tidak sehat yang melakukan money politic (lobi-lobi) dan memberikan uang kepada rakyat agar memilih partai tersebut. Dari sini lah sifat-sifat para pemerintah yang akan korupsi muncul. Berujung pada permusuhan dan perpecahan di antara partai satu dan yang lainnya.
- Pemerintah tidak fokus lagi terhadap rakyat, melainkan fokus bagaimana cara mempertahankan kekuasaan.
- Adanya konflik SARA.
- Kekuatan Partai politik satu dengan yang lainnya tidak akan terlalu jauh, sehingga muaranya akan kearah bagi-bagi kekuasaan.
- Pemerintahan akan semakin Gemuk sebagai akibat dari banyaknya kepentingan partai yang harus diakomodir dan sulit menempatkan orang yang "benar ditempat yang benar".
- Biaya Politik yang sangat besar, karena adanya subsidi pemerintah kepada partai-partai. Sebagai contoh ringan dalam pembuatan kartu suara, kalau partainya seperti sekarang ini, kemungkinan kartu suara akan selebar Tabloid dibanding dengan sedikit partai. Dari sisi ini saja sudah diboroskan keuangan Negara yang cukup besar.
- Logika "lingkaran setan", semakin banyak partai semakin banyak pilihan. Semakin banyak pilihan, akan semakin sulit memilih. Semakin sulit memilih semakin banyak yang tidak memilih. Semakin banyak Golput, semakin mundur arti sebuah demokrasi. Jadi Semakin Banyak Partai =Semakin Jelek Kualitas Demokrasi nya. Diakui atau tidak logika ini, anda bisa lihat sendiri carut marut partai politik di Indonesia.
- Banyak Uang yang di investasikan pada hal-hal yang "kurang produktiv" bagi masyarakat banyak. Sebagi contoh ringan saja, anda boleh lihat, hitung dan analisa sendiri, berapa rupiah yang dihamburkan hanya untuk membuat sticker, baliho, spanduk, bendera dan iklan politik.
C.
PEMILIHAN UMUM 1955
Latar Belakang Pemilihan Umum 1955
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan
demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat
dilaksanakan di tahun-tahun pertama kemerdekaan sekalipun ide tentang itu sudah
muncul.
Selama masa Presiden Soekarno (1945-1965), yang
melewati beberapa era seperti Revolusi fisik, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi
Terpimpin, hanya sekali terjadi Pemilu, yaitu Pemilu 1955. Pemilu ini terjadi
pada masa pemerintahan Perdana Menteri Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli
1955-2Maret 1956). Akan tetapai peraturan yang dijadikan landasan dalam
pemilihan umum 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang telah disusun
pada masa pemerintahan Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952-2 Juli
1953). Adapun latar belakangnya diselengarakannya Pemilu 1955:
- Revolusi
fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan
diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
- Pertikaian
Internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras
energi dan perhatian.
- Belum
adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu ( UU pemilu baru
disahkan pada tanggal 4 april 1953 yang dirancang dan disahkan oleh kabinet wilopo)
Selain itu adanya dorongan oleh
kesadaran untuk menciptakan demokrasi yang sejati, masyarakat menuntut diadakan
Pemilu. Pesiapan Pemilu dirintis oleh kabinet Ali Sastroamijoyo I. Pada tanggal
31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini diketuai oleh
Hadikusumo dari PNI. Pada tanggal 16 April 1955, Hadikusumo mengumumkan bahwa
pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955.
Pengumuman dari Hadikusumo sebagai ketua panitia pemilihan umum pusat mendorong
partai untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai pelosok desa.
Setiap desa dan kota dipenuhi oleh tanda gambar peserta pemilu yang bersaing.
Masing-masing partai beruasaha untuk mendapatkan suara yang terbanyak.
Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955
Pendaftaran pemilih dalam Pemilu
1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru selesai pada November.
Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari
jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada
saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem
proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1;
300.000. Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan
perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.
Keseluruhan peserta Pemilu pada saat
itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga
menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada
pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang
meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan
perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini
diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet
multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi. Sesuai
tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
- Tahap
pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan
pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan
individu.
- Tahap
kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.[1][6]
Selain pemilihan DPR dan
Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD dilaksanakan dalam dua
tahap, Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat, dan Juli 1957 untuk
pemilu Indonesia wilayah Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu
DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus.
Meskipun Kabinet Ali Jatuh, pemilu
terlaksana sesuai dengan rencana semasa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu yang
pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar 39 Juta rakyat Indonesia datang
ke bilik suara untuk memberikan suaranya. Pemilu saat itu berjalan dengan
tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak manapun. Oleh
karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun 1955 sebagai
pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai sekarang.
Menurut George McTurnan Kahin,
Pemilu tahun 1955 tersebut begitu penting sebab dengan itu kekuatan
partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih
bermutu sebagai lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen selalu menjadi
sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang merasa kepentingannya
selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas juga memiliki harapan akan
suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun; wewenang pemerintah
yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi; nepotisme dan pemerintah
yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena belum ada
lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasianpemungutan suara
menjadi tanggungjawab pemerintah dan wakil-wakil partai politik. Organisasi itu
terdapat pada setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke tingkat
desa. Partai-partai berjuang untuk
merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara
kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan
massa ini dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu
untuk menentukan pilihannya.
Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955
menelan biaya Rp 479.891.729. Angka itu dikeluarkan untuk membiayai
perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan honorarium
panitia penyelenggara Pemilu. Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu sebenarnya
terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah
kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah beban
biaya.
Hasil Pemilu Tahap I (29 september 1955)
Pada tanggal 29 September 1955 lebih
dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suararanya dikotak-kotak suara. Hasil
pemilihan Umum I yang diikuti 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan
(tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi. Empat partai
besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57
kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan
Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). Berikut merupakan tabel hasil Pemilu
tahap pertama tahun 1955 :
No
|
Nama Partai
|
Julmlah Suara
|
Prosentase
|
Jumlah Kursi
|
1.
|
Partai Nasional Indonesia (PNI)
|
8.434.653
|
22,32
|
57
|
2.
|
Masyumi
|
7.903.886
|
20,92
|
57
|
3.
|
Nahdlatul Ulama (NU)
|
6.955.141
|
18,41
|
45
|
4.
|
Partai Komunis Indonesia (PKI)
|
6.179.914
|
16,36
|
39
|
5.
|
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
|
1.091.160
|
2,89
|
8
|
6.
|
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
|
1.003.326
|
2,66
|
8
|
7.
|
Partai Katolik
|
770.740
|
2,04
|
6
|
8.
|
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
|
753.191
|
1,99
|
5
|
9.
|
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
|
541.306
|
1,43
|
4
|
10.
|
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
|
483.014
|
1,28
|
4
|
11.
|
Partai Rakyat Nasional (PRN)
|
242.125
|
0,64
|
2
|
12.
|
Partai Buruh
|
224.167
|
0,59
|
2
|
13.
|
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
|
219.985
|
0,58
|
2
|
14.
|
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
|
206.161
|
0,55
|
2
|
15.
|
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
|
200.419
|
0,53
|
2
|
16.
|
Murba
|
199.588
|
0,53
|
2
|
17.
|
Baperki
|
178.887
|
0,47
|
1
|
18.
|
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
|
178.481
|
0,47
|
1
|
19.
|
Grinda
|
154.792
|
0,41
|
1
|
20.
|
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
|
149.287
|
0,40
|
1
|
21.
|
Persatuan Daya (PD)
|
146.054
|
0,39
|
1
|
22.
|
PIR Hazairin
|
114.644
|
0,30
|
1
|
23.
|
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.
|
85.131
|
0,22
|
1
|
24.
|
AKUI
|
81.454
|
0,21
|
1
|
25.
|
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
|
77.919
|
0,21
|
1
|
26.
|
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
|
72.523
|
0,19
|
1
|
27.
|
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
|
64.514
|
0,17
|
1
|
28
|
R.Soedjono Prawirisoedarso
|
53.306
|
0,14
|
1
|
29.
|
Lain-lain
|
1.022.433
|
2,71
|
1
|
37.785.299
|
100,00
|
257
|
Keseluruhan kursi yang diperoleh
adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang
keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen
mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota
DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.
Hasil Pemilu Tahap II
Jumlah kursi anggota Konstituante
dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak
ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan
Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara
Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267
dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta
pemilihan anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai
berikut:
No
|
Nama Partai
|
Jumlah Suara
|
Prosentase
|
Jumlah Kursi
|
1.
|
Partai Nasional Indonesia (PNI)
|
9.070.218
|
23,97
|
119
|
2.
|
Masyumi
|
7.789.619
|
20,59
|
112
|
3.
|
Nahdlatul Ulama (NU)
|
6.989.333
|
18,47
|
91
|
4.
|
Partai Komunis Indonesia (PKI)
|
6.232.512
|
16,47
|
80
|
5.
|
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
|
1.059.922
|
2,80
|
16
|
6.
|
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
|
988.810
|
2,61
|
16
|
7.
|
Partai Katolik
|
748.591
|
1,99
|
10
|
8.
|
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
|
695.932
|
1,84
|
10
|
9.
|
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
|
544.803
|
1,44
|
8
|
10.
|
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
|
465.359
|
1,23
|
7
|
11.
|
Partai Rakyat Nasional (PRN)
|
220.652
|
0,58
|
3
|
12.
|
Partai Buruh
|
332.047
|
0,88
|
2
|
13.
|
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
|
152.892
|
040
|
2
|
14.
|
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
|
134.011
|
0,35
|
2
|
15.
|
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
|
179.346
|
0,47
|
3
|
16.
|
Murba
|
248.633
|
0,66
|
4
|
17.
|
Baperki
|
160.456
|
0,42
|
2
|
18.
|
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
|
162.420
|
0,43
|
2
|
19.
|
Grinda
|
157.976
|
0,42
|
2
|
20.
|
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia Permai
|
164.386
|
0,43
|
2
|
21.
|
Persatuan Daya (PD)
|
169.222
|
0,45
|
3
|
22.
|
PIR Hazairin
|
101.509
|
0,27
|
2
|
23.
|
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
|
74.913
|
0,20
|
1
|
24.
|
AKUI
|
84.862
|
0,22
|
1
|
25.
|
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
|
39.278
|
0,10
|
1
|
26.
|
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
|
143.907
|
0,38
|
2
|
27.
|
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
|
55.844
|
0,15
|
1
|
28.
|
R.Soedjono Prawirisoedarso
|
38.356
|
0,10
|
1
|
29.
|
Gerakan Pilihan Sunda
|
35.035
|
0,09
|
1
|
30.
|
Partai Tani Indonesia
|
30.060
|
0,08
|
1
|
31.
|
Radja Keprabonan
|
33.660
|
0,09
|
1
|
32.
|
Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)
|
39.874
|
0,11
|
1
|
33.
|
PIR NTB
|
33.823
|
1,09
|
1
|
34.
|
L.M.Idrus Effendi
|
31.988
|
0,08
|
1
|
35.
|
Lain-lain
|
426.856
|
1,13
|
1
|
Jumlah
|
37.837.105
|
100,00
|
Berikut hasil Pemilu 1955:
2.
Masyumi – 7,9
juta suara (20,9%)
PEMILU ORDE BARU
Orde Baru
dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966.
diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan
Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di
Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah
terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian
besar lainnya diasingkan ke pulau Buru. Pada
masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program
politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali
dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus
nasional, yaitu :
1.
Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan
masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2.
Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai
cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai
lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan
masyarakat.
Kelebihan sistem Pemerintahan
Orde Baru
- Perkembangan
GDP per kapita Indonesia
yang pada tahun 1968 hanya AS$70
dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
- Sukses
transmigrasi
- Sukses
KB
- Sukses
memerangi buta huruf
- Sukses
swasembada pangan
- Pengangguran
minimum
- Sukses
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses
Gerakan Wajib Belajar
- Sukses
Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses
keamanan dalam negeri
- Investor
asing mau menanamkan modal di Indonesia
- Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Orde Baru
- Semaraknya
korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian
besar disedot ke pusat
- Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya
kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin)
- Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibreidel
- Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
“Penembakan Misterius” (petrus)
- Tidak
ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden
selanjutnya)
D.
PEMIKIRAN EKONOMI NASIONAL
Kehidupan Ekonomi Indonesia Pada Masa Demokrasi
Parlementer
Meskipun Indonesia telah merdeka,
namun kondisi keuangan Indonesia masih amat sangat memperihatinkan. Oleh karena
itu berbagaimacam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menstabilkan keadaan ekonomi
Indonesia.
Perubahan
kehidupan ekonomi pada masa Demokrasi Parlementer paling terlihat pada masa
Kabinet Sukiman, Kabinet Ali 1 dan Kabinet Ali 2. Perubahan ekonomi ini
dipelopori oleh Kabinet Sukiman, dimana pada masanya pemerintah melakukan
proses nasionalisasi ekonomi.
Proses Nasionalisasi Ekonomi pertama menyangkut 3 bidang utama, yaitu :
- Membentuk
Bank Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama di Indonesia pada
tanggal 5 Juli 1946. Hal ini dikukuhkan di dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti UU No 2/1946.
- Melaksanakan
Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) yang
berfungsi sebagai Bank Sentral dan Bank Sirkulasi, dimana sumber
perputaran uang Negara diatur oleh Bank ini. Hal ini dinyatakan dalam
Undang-Undang No. 24/1951, UU No, 11/1953, dan Lembaga Negara No. 40
- Dan
menukar mata uang Jepang ke Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada 1 Oktober
1946 dan diperkuat dengan adanya Undang-Undang No. 17 / 1946 dan
Undang-Undang No. 19/1946.
Karena tindakan tersebut, kondisi perekonomian
Indonesia mulai membaik. Namun proses nasionalisasi ini tidak berjalan mulus sesuai
harapan karena banyaknya konflik antar kubu-kubu/ kelompok-kelompok yang
terdapat didalam tubuh konstituante dan parlemen. Hal ini terjadi karena banyaknya
perbedaan pendapat yang tidak dapat dijembatani. Perubahan
perekonomian juga terjadi pada masa Kabinet I & II. Pada masa Kabinet Ali
1, pemerintah lebih menekankan dan mendukung perkembangan para pengusaha
pribumi. Program ini disebut Program Benteng. Hal ini ditekankan supaya para
pengusaha dan produk-produk hasil pekerjaan mereka tidak kalah dengan produk
luaran bermerek lainnya, sehingga otomatis sasaran konsumen , yaitu orang dalam
negeri bisa lebih mencintai produk sendiri dan membeli produk sendiri. Karena
dengan hal itu, maka kreativitas dan perekonomian negara bisa semakin
maju.
Kemudian pada masa Kabinet Ali II, Presiden Soekarno mendatangani
UU pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) sehingga asset-aset modal yang
dimiliki pengusaha Belanda pindah ke tangan para pengusaha pribumi. Namun sayang
para pengusaha pribumi belum dapat mengambil alih asset-aset ini seutuhnya. Pada
saat itu, Indonesia juga sangat menentang prinsip individualisme, persaingan
bebas dan adanya perusahaan swasta dari luar negeri. Oleh karena itu Indonesia
semakin sulit untuk mendapat pinjaman dari luar negeri, khususnya negara Barat.
Padahal Indonesia sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk membiayai
rekonstruksi ekonomi dan pembangunan negara.
Meskipun Indonesia telah merdeka
tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah
stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia berjalan tersendat-sendat. Faktor yang
menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut:
- Setelah
pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah
ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5
Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
- Defisit
yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
- Indonesia
hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian
dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
- Politik
keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.
- Pemerintah
Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
- Belum
memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
- Situasi
keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah
Indonesia.
- Tidak
stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran
pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
- Kabinet
terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai
dirancang.
- Angka
pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
E.
SISTEM EKONOMI LIBERAL
Sistem ekonomi liberal adalah sistem
ekonomi di mana kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi dilakukan oleh
pihak swasta. Pada sistem ekonomi pasar, pemerintah hanya mengawasi dan
melakukan kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara.
Sistem ekonomi pasar sesuai dengan ajaran yang dikemukakan oleh Adam Smith.
Dalam bukunya Adam Smith menganjurkan agar kegiatan ekonomi diserahkan kepada
masyarakat. Masyarakat menentukan jenis kegiatan apa yang akan dilakukan untuk
mencapai kemakmuran. Jika setiap individu makmur, maka negarapun akan makmur.
Dalam ekonomi pasar pihak swasta menguasai alat-alat produksi, akibatnya
pemilikan tidak terbatas. Setiap individu berusaha meningkatkan keterampilan
dan kemampuannya untuk menguasai sector ekonomi, sehingga timbullah persaingan
untuk maju.
Pada sistem ekonomi para pemerintah
bertugas membuat peraturan dan mengawasi pelaksanaannya. Kegiatan ekonomi
pemerintah hanya berhubungan dengan penyelenggaraan negara saja. Sistem ekonomi
pasar juga disebut ekonomi pertukaran bebas (free exchange economy). Ciri-ciri sistem ekonomi pasar (liberal):
1. Setiap
individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi.
2. Kegiatan
ekonomi di semua bidang dilakukan oleh masyarakat (swasta)
3. Pemerintah
tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
4. Modal
memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.
5. Setiap
orang diberi kebebasan dalam hal pemakaian barang dan jasa.
6. Kegiatan
produksi dilakukan dengan tujuan mencari laba, bahkan semua kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip bola.
7. Terjadinya
persaingan bebas antara pengusaha.
Keunggulan sistem ekonomi pasar
(liberal)
1. Adanya
persaingan mendorong masing-masing individu berusaha untuk maju dan bertindak secara
efisien.
2. Masing-masing
ornag bebas untuk memilih pekerjaan yang ia sukai sesuai dengan bakatnya.
3. Produksi
didasarkan atas kebutuhan masyarakat.
4. Adanya
persaingan bebas, produsen cenderung untuk meningkatkan kualitas hasil
produksi.
5. Kemungkinan
pendapatan dapat ditingkatkan melalui usaha memaksimalkan keuntungan.
6. Pengembangan
usaha yang dilakukan produsen dalam memaksimalkan keuntungan memungkinkan dapat
menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Kelemahan
sistem ekonomi pasar(liberal)
1. Persaingan
menyebabkan yang kuat semakin kuat yang lemah semakin lemah.
2. Persaingan
dapat menimbulkan monopoli.
3. Pemerataan
pendapatan semakin sulit dicapai di dalam sistem ekonomi pasar.
4. Memungkinkan
dapat menimbulkan sifat-sifat mementingkan diri sendiri.
5. Terdorong
hasrat untuk mendapatkan untuk besar sering kali produsen mengabaikan
syarat-syarat perubahan. dan Pemanfaatan sumber alam sering kali tidak
menghiraukan lingkungan.
Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai
aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan
bertumpu pada TrilogiPembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan
nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan
Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu
25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun
1969 – 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian.
Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima
tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu
meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor
industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6
kali.
Dalam
membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping
mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan
kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan
penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai
kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya
dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi
tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga
ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu
bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa
Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan
IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
Untuk
memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Ekonomi Indonesia Pada Masa Presiden
K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Keadaan sistem ekonomi Indonesia
pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada
perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan
tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri jufga
sudah mulai stabil.
2. Hubungan
pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang
dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank
Indonesai, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari
luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
3. Politik dan
sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi
enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.
4. Makin
rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin,
dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian
dalam perdagangan saham di dalam negeri.
Ekonomi
Indonesia Pada Masa Presiden Megawati Soekarnoputri
Masa
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak
untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
1. Meminta
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2. Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara didalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-
kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi.
Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk
menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Ekonomi Indonesia Pada Masa Presiden
Susilo Bambang Yuudhoyono
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan
berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan
faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan
pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama
investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan.
Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan
kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006
, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negeri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan
ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin
meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada
bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif. .
DAFTAR PUSTAKA
http://laendadhikadewi.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-ekonomi-indonesia-sejak-orde.html
http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/penyebab-jatuhnya-7-kabinet-di-indonesia/
http://amru-milicevic.blogspot.com/2011/10/kabinet-kabinet-yang-memerintah-selama.html
http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/penyebab-jatuhnya-7-kabinet-di-indonesia/
http://amru-milicevic.blogspot.com/2011/10/kabinet-kabinet-yang-memerintah-selama.html
0 komentar:
Post a Comment