Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setyo budya pangekesing dur angkara.

Sistem Pemerintahan Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal

Artikel terkait : Sistem Pemerintahan Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal

A.        SISTEM PEMERINTAHAN

7 Kabinet Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)

                  Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, sistem politik yang dimiliki oleh Indonesia telah berhasil mendorong munculnya berbagai macam partai politik. Hal tersebut disebabkan karena dalam sistem kepartaian, sistem politik Indonesia menganut sistem multipartai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer yang memiliki gaya barat dengan sistem multipartai yang dianut, maka partai-partai politik yang mulai muncul inilah yang akan menjalankan pemerintahan Indonesia melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 sampai dengan tahun 1959.
                  Partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia mengalami masa berkiprahnya dalam jangka waktu antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1959. Pada masa tersebut terjadi banyak pergantian kabinet atau sering jatuh bangunnya kabinet dalam pemerintahan Indonesia karena keadaan pemerintahan Indonesia yang tidak stabil, sehingga partai-partai politik yang terkuat dapat mengambil alih kekuasaan pemerintahan Indonesia dengan mudah. Pada masa tersebut partai yang terkuat dalam DPR adalah PNI dan Masyumi. Dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun (tahun 1950 sampai dengan tahun 1955), PNI dan Masyumi silih berganti untuk memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan Indonesia, adalah sebagai berikut.
KABINET NATSIR (6 September 1950-21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh-tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Asaat, Ir.Djuanda, dan Prof.Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
1.   Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
2.   Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan
3.   Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang
4.   Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat
5.   Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat
Keberhasilan yang pernah dicapai oleh Kabinet Natsir:
        1.      Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
        2.      Indonesia masuk PBB
      3.    Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat

Kendala/masalah yang dihadapi selama kabinet Natsir adalah sebagai berikut:
  1. Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan)
  2. Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi bantuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran
  3. Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS

 Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 tahun 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

KABINET SUKIMAN (27 April 1951-3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan beliau berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun usahanya itu mengalami kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951).
Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.     
Program pokok Kabinet Sukiman adalah sebagai berikut:
  1.  Menjamin keamanan dan ketentraman
  2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
  3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
  4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
  5. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah  minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.

Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut;
  1. Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
  2. Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
  3. Masalah Irian barat belum juga teratasi.
  4. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.

KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
Program dalam negeri:
a.       Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD)
b.      Meningkatkan kemakmuran rakyat
c.       Meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
Program luar negeri:
  1.  Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda
  2. Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia
  3. Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif

Kabinet ini tidak mempunyai prestasi yang bagus, justru sebaliknya banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut:
1.             Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
2.        Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
3.             Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
4.            Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.
Konflik semakin diperparah dengan  adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan        ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah           mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
  1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
  2.  Pembebasan Irian Barat secepatnya.
  3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
  4. Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu.
  1. Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
  2. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
  3. Konferensi Asia-Afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April 1955.
Konferensi dihadiri oleh 29 negara – negara Asia – Afrika, terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang diundang. KAA I itu ternyata memiliki pengaruh dan arti penting bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
  1. Berkurangnya ketegangan dunia.
  2. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
  3. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.

Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
  1. Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
  2. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
  3. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
  4. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
  5. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.

KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1.      Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2.      Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3.      Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4.      Perjuangan pengembalian Irian Barat
5.      Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.     
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu:
1.      Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2.      Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3.      Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
4.      Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5.      Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.

KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah:
1.      Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut:
a.       Perjuangan pengembalian Irian Barat
b.      Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
c.       Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d.      Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
e.       Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
2.      Pembatalan KMB,
3.      Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
4.      Melaksanakan keputusan KAA.     Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut:
1.      Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2.               Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
3.               Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4.               Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
5.               Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
                 Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden

KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
  1. Membentuk Dewan Nasional
  2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia
  3. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
  4. Perjuangan pengembalian Irian Jaya
  5. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu:
  1. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
  2. Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada  dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
  3. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
  4. Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
  1. Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta
  2. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
  3. Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.

Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

A.    DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)

Pada kesempatan ini akan di bahas tentang peristiwa pada masa demokrasi liberal setalah RIS di bubarkan di antaranya:
1.      Pemberlakuan system kabinet parlementer
Semenjak RIS dibubarkan dan kemudian berdirilah ngegara kesatuan republik Indonesia dengan pedoman UUDS 1950. Isi UUDS itu ialah menganut demokrasi liberal dan cabinet parlementer yang meniru konstitusi Negara-negara barat.
Ciri-ciri demokrasi liberal di Indonesia:
1)      Kedudukan kepala Negara tidak dapat di ganggu gugat
2)      Kabinet dipimpin perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlementer
3)      Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen
4)      Masa jabatan kabinet tidak ditentukan dengan pasti lamanya
5)      Kabinet dapat dijatuhkan setiap waktu parlemen, sebaliknya pemerintahan dapat mebubarkan parlemen
Pada masa demokrasi liberal (1950-1959) telah terjadi pergantian kabinet sebnayak 7 kali diantaranya :
1)      kabinet natsir (6 Oktober 1950-21 Maret 1951)
2)      Kabinet sukiman – suwiryo (27 April 1951 – 23 Feberuari 1952)
3)      Kabinet wilopo (3 april 1952 – 3 juni 1953)
4)      Kabinet ali satroamidjojo I (31 juli 1953 – 1955)
5)      Kabinet burhanudn harahap (12 agustus 1955-3 maret 1956)
6)      Kabinet ali satroamidjojo II (20 maret 1956-14 maret 1957)
7)      Kabinet juanda (9 april 1957 – 10 juli 1959)
8)      Pemilihan umum
Persiapan menuju pemilu dirintis oleh kabinet ali I dan pelaksanaan dilakukan semsa kabinet burhanudin harahap pemilu pertama berlangsung 2 tahap :
  1. 29 september 1955 digunakan untuk memilih anggota DPR
  2. 15 Desember 1955 pemilu dmanfaatkan untuk memilih anggota konstituante. Pada pemili pertama ini 39 juta rakyata indonesai memberikan hak suaranya dengan tenang dan tertib.
  3. Upaya konstituante menyusun undang undang dasar baru. Konstituante dipilih rakyat dengan tugas merancang undang – undang dasar uud baru untuk menggantikan undang undang dasar sementara 1950. Anggota konstituante mulai siding pada 10 november 1956. Namun dalam perjalanan nya anggota onstituante in gagal dalam menetapkan undang-undang dasar RI.
  4. Dekrit presiden 5 juli
Setelah konstituante gagal menetapkan Uud RI, presiden RI soekarno mengeluarkan dekrit presiden, di bacakan pada acara resmi di istana merdeka pada 5 juli 1959.
  1. Pembubaran Konstituante
  2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
  3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
B.         SISTEM KEPARTAIAN
Sistem multipartai memang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan parlementer di era Demokrasi Liberal. Saat itu, peran partai politik dalam mempengaruhi situasi politik nasional sangat menonjol. Baik tidaknya pengaruh yang diberikan oleh partai politik terhadap situasi nasional tergantung bagaimana partai politik tersebut menjalankan fungsinya sebagai sebuah partai politik.
Kehidupan berpolitik lahir dari aspirasi-aspirasi masyarakat yang ingin dengan visi dan misi yang telah mereka buat sesuai kesepakatan.
Kebebasan berpolitik adalah bagian dari Negara demokrasi yang membebaskan rakyatnya untuk membuat partai, namun partai yang mereka buat harus memenuhi kreteria yang di tentukan Negara.
Kehidupan politik tidak lepas dari peranan pemerintah, karna pemerintah merupakan katalisator terhadap partai politik
Politik sangat membutuhkan peran warga Negara. Tanpa peran rakyat suatu politik tidak akan berkembang, karena suara serta dukungan rakyatlah yang menjadikan partai politik lebih kuat dan maju dalam mensebar luaskan visi dan misi mereka. Dampak positif multipartai :
1.      Demokrasi berjalan dengan baik
2.      Inspirasi rakyat mampu menciptakan suatu partai
3.      Rakyat bebas bersuara
4.      Adanya oposisi antara partai satu dan yang lainnya
Dampak negatifnya :
  1. Menimbulkan persaingan tidak sehat
  2. Saling menjatuhkan antara partai satu dan yang lainnya
  3. Banyaknya partai-partai politik dalam arti tidak sehat
  4. Dan berujung pada permusuhan dan perpecahan di antara partai satu dan yang lainnya

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Multipartai
Semua sistem kepartaian pasti memiliki kelebihan dan kekurangan tak terkecuali sistem multi partai. Sistem multi partai merupakan salah satu praktek demokrasi dimana sistem ini muncul karena adanya kebebasan untuk bersuara dan mengeluarkan aspirasi dalam bentuk partai politik. Kelebihan sistem multi partai ini adalah:
1.      Demokrasi berjalan dengan baik 
2.      Aspirasi rakyat mampu menciptakan suatu partai
3.      Rakyat bebas bersuara
4.      Adanya oposisi antara partai satu dan yang lainnya
Kekurangannya antara lain adalah:
  1. Menimbulkan persaingan tidak sehat
  2. Paling menjatuhkan antara partai satu dan yang lainnya.
  3. Dapat menghambat kelancaran semua program kerja pemerintah.
  4. Partai-partai politik dalam arti tidak sehat yang melakukan money politic (lobi-lobi) dan memberikan uang kepada rakyat agar memilih partai tersebut. Dari sini lah sifat-sifat para pemerintah yang akan korupsi  muncul. Berujung pada permusuhan dan perpecahan di antara partai satu dan yang lainnya.
  5. Pemerintah tidak fokus lagi terhadap rakyat, melainkan fokus bagaimana cara mempertahankan kekuasaan.
  6. Adanya konflik SARA.
  7. Kekuatan Partai politik satu dengan yang lainnya tidak akan terlalu jauh, sehingga muaranya akan kearah bagi-bagi kekuasaan.
  8. Pemerintahan akan semakin Gemuk sebagai akibat dari banyaknya kepentingan partai yang harus diakomodir dan sulit menempatkan orang yang "benar ditempat yang benar".
  9. Biaya Politik yang sangat besar, karena adanya subsidi pemerintah kepada partai-partai. Sebagai contoh ringan dalam pembuatan kartu suara, kalau partainya seperti sekarang ini, kemungkinan kartu suara akan selebar Tabloid dibanding dengan sedikit partai. Dari sisi ini saja sudah diboroskan keuangan Negara yang cukup besar.
  10. Logika "lingkaran setan", semakin banyak partai semakin banyak pilihan. Semakin banyak pilihan, akan semakin sulit memilih. Semakin sulit memilih semakin banyak yang tidak memilih. Semakin banyak Golput, semakin mundur arti sebuah demokrasi. Jadi Semakin Banyak Partai =Semakin Jelek Kualitas Demokrasi nya. Diakui atau tidak logika ini, anda bisa lihat sendiri carut marut partai politik di Indonesia.
  11. Banyak Uang yang di investasikan pada hal-hal yang "kurang produktiv" bagi masyarakat banyak. Sebagi contoh ringan saja, anda boleh lihat, hitung dan analisa sendiri, berapa rupiah yang dihamburkan hanya untuk membuat sticker, baliho, spanduk, bendera dan iklan politik.


C.        PEMILIHAN UMUM 1955

Latar Belakang Pemilihan Umum 1955
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat dilaksanakan di tahun-tahun pertama kemerdekaan sekalipun ide tentang itu sudah muncul.
Selama masa Presiden Soekarno (1945-1965), yang melewati beberapa era seperti Revolusi fisik, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi Terpimpin, hanya sekali terjadi Pemilu, yaitu Pemilu 1955. Pemilu ini terjadi pada masa pemerintahan Perdana Menteri Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli 1955-2Maret 1956). Akan tetapai peraturan yang dijadikan landasan dalam pemilihan umum 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang telah disusun pada masa pemerintahan Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952-2 Juli 1953). Adapun latar belakangnya diselengarakannya Pemilu 1955:
  1. Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
  2. Pertikaian Internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi dan perhatian.
  3. Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu ( UU pemilu baru disahkan pada tanggal 4 april 1953 yang dirancang dan disahkan  oleh kabinet wilopo)
Selain itu adanya dorongan oleh kesadaran untuk menciptakan demokrasi yang sejati, masyarakat menuntut diadakan Pemilu. Pesiapan Pemilu dirintis oleh kabinet Ali Sastroamijoyo I. Pada tanggal 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo dari PNI. Pada tanggal 16 April 1955, Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman dari Hadikusumo sebagai ketua panitia pemilihan umum pusat mendorong partai untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai pelosok desa. Setiap desa dan kota dipenuhi oleh tanda gambar peserta pemilu yang bersaing. Masing-masing partai beruasaha untuk mendapatkan suara yang terbanyak.

Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955
Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru selesai pada November. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000. Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.
Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi. Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
  1. Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
  2. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.[1][6]
Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD dilaksanakan dalam dua tahap, Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat, dan Juli 1957 untuk pemilu Indonesia wilayah Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus.
Meskipun Kabinet Ali Jatuh, pemilu terlaksana sesuai dengan rencana semasa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar 39 Juta rakyat Indonesia datang ke bilik suara untuk memberikan suaranya. Pemilu saat itu berjalan dengan tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak manapun. Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai sekarang.
Menurut George McTurnan Kahin, Pemilu tahun 1955 tersebut begitu penting sebab dengan itu kekuatan partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih bermutu sebagai lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen selalu menjadi sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang merasa kepentingannya selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas juga memiliki harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun; wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi; nepotisme dan pemerintah yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena belum ada lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasianpemungutan suara menjadi tanggungjawab pemerintah dan wakil-wakil partai politik. Organisasi itu terdapat pada setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke tingkat desa.  Partai-partai berjuang untuk merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan massa ini dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk menentukan pilihannya.
Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp 479.891.729. Angka itu dikeluarkan untuk membiayai perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan honorarium panitia penyelenggara Pemilu. Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu sebenarnya terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah beban biaya.

Hasil Pemilu Tahap I (29 september 1955)
Pada tanggal 29 September 1955 lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suararanya dikotak-kotak suara. Hasil pemilihan Umum I yang diikuti 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). Berikut merupakan tabel hasil Pemilu tahap pertama tahun 1955 :
No
Nama Partai
Julmlah Suara
Prosentase
Jumlah Kursi
1.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
8.434.653
22,32
57
2.
Masyumi
7.903.886
20,92
57
3.
Nahdlatul Ulama (NU)
6.955.141
18,41
45
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.179.914
16,36
39
5.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.091.160
2,89
8
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
1.003.326
2,66
8
7.
Partai Katolik
770.740
2,04
6
8.
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
753.191
1,99
5
9.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
541.306
1,43
4
10.
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
483.014
1,28
4
11.
Partai Rakyat Nasional (PRN)
242.125
0,64
2
12.
Partai Buruh
224.167
0,59
2
13.
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
219.985
0,58
2
14.
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
206.161
0,55
2
15.
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
200.419
0,53
2
16.
Murba
199.588
0,53
2
17.
Baperki
178.887
0,47
1
18.
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
178.481
0,47
1
19.
Grinda
154.792
0,41
1
20.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
149.287
0,40
1
21.
Persatuan Daya (PD)
146.054
0,39
1
22.
PIR Hazairin
114.644
0,30
1
23.
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.
85.131
0,22
1
24.
AKUI
81.454
0,21
1
25.
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
77.919
0,21
1
26.
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
72.523
0,19
1
27.
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
64.514
0,17
1
28
R.Soedjono Prawirisoedarso
53.306
0,14
1
29.
Lain-lain
1.022.433
2,71
1
37.785.299
100,00
257
Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.

Hasil Pemilu Tahap II
Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut:
No
Nama Partai
Jumlah Suara
Prosentase
Jumlah Kursi
1.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
9.070.218
23,97
119
2.
Masyumi
7.789.619
20,59
112
3.
Nahdlatul Ulama (NU)
6.989.333
18,47
91
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.232.512
16,47
80
5.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.059.922
2,80
16
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
988.810
2,61
16
7.
Partai Katolik
748.591
1,99
10
8.
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
695.932
1,84
10
9.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
544.803
1,44
8
10.
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
465.359
1,23
7
11.
Partai Rakyat Nasional (PRN)
220.652
0,58
3
12.
Partai Buruh
332.047
0,88
2
13.
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
152.892
040
2
14.
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
134.011
0,35
2
15.
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
179.346
0,47
3
16.
Murba
248.633
0,66
4
17.
Baperki
160.456 
0,42
2
18.
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
162.420
0,43
2
19.
Grinda
157.976
0,42
2
20.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia Permai
164.386
0,43
2
21.
Persatuan Daya (PD)
169.222
0,45
3
22.
PIR Hazairin
101.509
0,27
2
23.
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
74.913
0,20
1
24.
AKUI
84.862
0,22
1
25.
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
39.278
0,10
1
26.
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
143.907
0,38
2
27.
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
55.844
0,15
1
28.
R.Soedjono Prawirisoedarso
38.356
0,10
1
29.
Gerakan Pilihan Sunda
35.035
0,09
1
30.
Partai Tani Indonesia
30.060
0,08
1
31.
Radja Keprabonan
33.660
0,09
1
32.
Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)
39.874
0,11
1
33.
PIR NTB
33.823
1,09
1
34.
L.M.Idrus Effendi
31.988
0,08
1
35.
Lain-lain
426.856
1,13
1
Jumlah
37.837.105 
100,00
514[2][9]
Berikut hasil Pemilu 1955:
1.      Partai Nasional Indonesia (PNI) – 8,4 juta suara (22,3%)
2.      Masyumi – 7,9 juta suara (20,9%)
3.      Nahdlatul Ulama – 6,9 juta suara (18,4%)
4.      Partai Komunis Indonesia (PKI) – 6,1 juta suara (16%)
PEMILU ORDE BARU
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru. Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1.      Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2.      Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

  1. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
  2. Sukses transmigrasi
  3. Sukses KB
  4. Sukses memerangi buta huruf
  5. Sukses swasembada pangan
  6. Pengangguran minimum
  7. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
  8. Sukses Gerakan Wajib Belajar
  9. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
  10. Sukses keamanan dalam negeri
  11. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
  12. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

  1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
  2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
  3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
  4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
  5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
  6. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
  7. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
  8. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus)
  9. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
D.        PEMIKIRAN EKONOMI NASIONAL
Kehidupan Ekonomi Indonesia Pada Masa Demokrasi Parlementer
Meskipun Indonesia telah merdeka, namun kondisi keuangan Indonesia masih amat sangat memperihatinkan. Oleh karena itu berbagaimacam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menstabilkan keadaan ekonomi Indonesia.
Perubahan kehidupan ekonomi pada masa Demokrasi Parlementer paling terlihat pada masa Kabinet Sukiman, Kabinet Ali 1 dan Kabinet Ali 2. Perubahan ekonomi ini dipelopori oleh Kabinet Sukiman, dimana pada masanya pemerintah melakukan proses nasionalisasi ekonomi. Proses Nasionalisasi Ekonomi pertama menyangkut 3 bidang utama, yaitu :
  1. Membentuk Bank Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama di Indonesia pada tanggal 5 Juli 1946. Hal ini dikukuhkan di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2/1946.
  2. Melaksanakan Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) yang berfungsi sebagai Bank Sentral dan Bank Sirkulasi, dimana sumber perputaran uang Negara diatur oleh Bank ini. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang No. 24/1951, UU No, 11/1953, dan Lembaga Negara No. 40
  3. Dan menukar mata uang Jepang ke Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada 1 Oktober 1946 dan diperkuat dengan adanya Undang-Undang No. 17 / 1946 dan Undang-Undang No. 19/1946.
Karena tindakan tersebut, kondisi perekonomian Indonesia mulai membaik. Namun proses nasionalisasi ini tidak berjalan mulus sesuai harapan karena banyaknya konflik antar kubu-kubu/ kelompok-kelompok yang terdapat didalam tubuh konstituante dan parlemen. Hal ini terjadi karena banyaknya perbedaan pendapat yang tidak dapat dijembatani. Perubahan perekonomian juga terjadi pada masa Kabinet I & II. Pada masa Kabinet Ali 1, pemerintah lebih menekankan dan mendukung perkembangan para pengusaha pribumi. Program ini disebut Program Benteng. Hal ini ditekankan supaya para pengusaha dan produk-produk hasil pekerjaan mereka tidak kalah dengan produk luaran bermerek lainnya, sehingga otomatis sasaran konsumen , yaitu orang dalam negeri bisa lebih mencintai produk sendiri dan membeli produk sendiri. Karena dengan hal itu, maka kreativitas dan perekonomian negara bisa semakin maju. 
Kemudian pada masa Kabinet Ali II, Presiden Soekarno mendatangani UU pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) sehingga asset-aset modal yang dimiliki pengusaha Belanda pindah ke tangan para pengusaha pribumi. Namun sayang para pengusaha pribumi belum dapat mengambil alih asset-aset ini seutuhnya. Pada saat itu, Indonesia juga sangat menentang prinsip individualisme, persaingan bebas dan adanya perusahaan swasta dari luar negeri. Oleh karena itu Indonesia semakin sulit untuk mendapat pinjaman dari luar negeri, khususnya negara Barat. Padahal Indonesia sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan negara. 
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat. Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut:
  1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
  2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
  3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
  4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
  5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
  6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
  7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
  8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
  9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
  10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
E.         SISTEM EKONOMI LIBERAL
Sistem ekonomi liberal adalah sistem ekonomi di mana kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi dilakukan oleh pihak swasta. Pada sistem ekonomi pasar, pemerintah hanya mengawasi dan melakukan kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara. Sistem ekonomi pasar sesuai dengan ajaran yang dikemukakan oleh Adam Smith. Dalam bukunya Adam Smith menganjurkan agar kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Masyarakat menentukan jenis kegiatan apa yang akan dilakukan untuk mencapai kemakmuran. Jika setiap individu makmur, maka negarapun akan makmur. Dalam ekonomi pasar pihak swasta menguasai alat-alat produksi, akibatnya pemilikan tidak terbatas. Setiap individu berusaha meningkatkan keterampilan dan kemampuannya untuk menguasai sector ekonomi, sehingga timbullah persaingan untuk maju.
Pada sistem ekonomi para pemerintah bertugas membuat peraturan dan mengawasi pelaksanaannya. Kegiatan ekonomi pemerintah hanya berhubungan dengan penyelenggaraan negara saja. Sistem ekonomi pasar juga disebut ekonomi pertukaran bebas (free exchange economy). Ciri-ciri sistem ekonomi pasar (liberal):
1.      Setiap individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi.
2.      Kegiatan ekonomi di semua bidang dilakukan oleh masyarakat (swasta)
3.      Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan    ekonomi.
4.      Modal memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.
5.      Setiap orang diberi kebebasan dalam hal pemakaian barang dan jasa.
6.      Kegiatan produksi dilakukan dengan tujuan mencari laba, bahkan semua   kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip bola.
7.      Terjadinya persaingan bebas antara pengusaha.
Keunggulan sistem ekonomi pasar (liberal)
1.      Adanya persaingan mendorong masing-masing individu berusaha untuk    maju dan bertindak secara efisien.
2.      Masing-masing ornag bebas untuk memilih pekerjaan yang ia sukai sesuai dengan bakatnya.
3.      Produksi didasarkan atas kebutuhan masyarakat.
4.      Adanya persaingan bebas, produsen cenderung untuk meningkatkan kualitas   hasil produksi.
5.      Kemungkinan pendapatan dapat ditingkatkan melalui usaha memaksimalkan keuntungan.
6.      Pengembangan usaha yang dilakukan produsen dalam memaksimalkan keuntungan memungkinkan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Kelemahan sistem ekonomi pasar(liberal)
1.      Persaingan menyebabkan yang kuat semakin kuat yang lemah semakin lemah.
2.      Persaingan dapat menimbulkan monopoli.
3.      Pemerataan pendapatan semakin sulit dicapai di dalam sistem ekonomi pasar.
4.      Memungkinkan dapat menimbulkan sifat-sifat mementingkan diri sendiri.
5.      Terdorong hasrat untuk mendapatkan untuk besar sering kali produsen mengabaikan syarat-syarat perubahan. dan Pemanfaatan sumber alam sering kali tidak menghiraukan lingkungan.
Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada TrilogiPembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1.      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ekonomi Indonesia Pada Masa Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri jufga sudah mulai stabil.
2.      Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesai, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
3.      Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.
4.      Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
Ekonomi Indonesia Pada Masa Presiden Megawati Soekarnoputri
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1.      Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2.      Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara didalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan- kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Ekonomi Indonesia Pada Masa Presiden Susilo Bambang Yuudhoyono
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif. .
  
DAFTAR PUSTAKA








Artikel Kumpulan Materi SMA Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Kumpulan Materi SMA By Asrofi Mursalin