Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setyo budya pangekesing dur angkara.

Efek Pemanasan Global (Global Warming) dan Cara Penaggulangannya

Artikel terkait : Efek Pemanasan Global (Global Warming) dan Cara Penaggulangannya



A.    Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktivitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam yang melepas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. (Darsono, 1993).
Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar l5°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 - 5,8 derajat Celsius (2,5 - 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100. Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencaimya es di kutub dan menghangatkan lautan yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9-100 cm (4-40 inchi) yang dapat  menimbulkan banjir di daerah pantai bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah. Potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini sangat besar sehingga ilmuwan-ilmuwan ternama dunia menyerukan perlunya kerjasama intemasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah perubahan iklim global ini. ·

B.     Faktor-faktor penyebab pemanasan global
Pemanasan global merupakan fenomena alam yang sebagian besar disebabkan oleh perilaku manusia. Salah satunya adalah meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmoster. Kesimpulan ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademisi sains nasional dari negara-negara G8. Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan pemanasan global :
1.      Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca, antara lain uap air, karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2.      Penipisan lapisan ozon
Indikasi kerusakan lapisan ozon pertama kali ditemukan sekitar tiga setengah dekade yang lalu oleh tim peneliti Inggris, British Antarctic Survey (BAS), di Benua Antartika. Beberapa tahun kemudian hasil pantauan menyimpulkan kerusakan ozon di lapisan stratosfer menjadi begitu parah. Lapisan ozon melindungi kehidupan di Bumi dari radiasi ultraviolet Matahari. Namun, semakin membesamya lubang ozon di kawasan kutub Bumi akhir-akhir ini sungguh mengkhawatirkan. Bila hal tersebut tidak diantisipasi, bisa menimbulkan bencana lingkungan yang luar biasa. Masyarakat dunia perlu diingatkan secara terus-menerus akan pentingnya mengurangi atau menghindari pemakaian zat-zat yang dapat memusnahkan lapisan ozon. Masyarakat dapat berpartisipasi aktif memulihkan kerusakan lapisan ozon dengan tidak memakai peralatan yang menggunakan zat-zat penghancur lapisan ozon, misalnya freon. Juga perlu adanya undang-undang khusus mengenai pelarangan berbagai produk seperti lemari es dan penyejuk ruangan (AC) yang masih menggunakan chlorofluorocarbons (CFCs). Selain itu juga, akibat lain dari penipisan lapisan ozon secara global bahkan jauh mengerikan dari bencana-bencana yang terjadi akhir-akhir ini. Bencana lubang ozon tidak menghancurkan infrastruktur, tetapi dapat memusnahkan seluruh kehidupan di bumi. Bila penipisan lapisan ozon tetap berlanjut dengan laju seperti saat ini, suatu bentuk bencana global yang menghancurkan kehidupan di Bumi hanyalah tinggal menunggu waktu. Jika bahan-bahan yang merusak ozon dilarang penggunaannya, berdasarkan perhitungan lubang pada lapisan ozon di atas kutub utara, tarnpaknya belum akan menutup kembali sampai pertengahan abad ke-21 iniromida dan bahan bakar hidrogen temyata berpotensi merusak lapisan ozon.
Lapisan ozon sangat penting karena ia menyerap radiasi ultra violet (UV) dari matahari untuk melindungi radiasi yang tinggi sampai ke permukaan bumi. Radiasi dalam bentuk UV spektrum mempunyai jarak gelombang yang lebih pendek dari pada cahaya. Radiasi UV dengan jarak gelombang adalah di antara 280 hingga 315 nanometer yang dikenali UV –B dan ia merusak hampir semua kehidupan. Dengan menyerap radiasi UV-B sebelum ia sampai ke permukaan bumi, lapisan ozon melindungi bumi dari efek radiasi yang merusak kehidupan. Radiasi ultra ungu ini dapat membuat efek pada kesehatan manusia, memusnahkan kehidupan laut, ekosistem, mengurangi hasil pertanian dan hutan. Efek utama pada manusia adalah peningkatan penyakit kanker kulit karena selain itu dapat merusak mata termasuk katarak dan juga mungkin akan melemahkan sistem imunitas tubuh.
Penipisan lapisan ozon terutama disebabkan oleh chlorofluorcarbon (CFC). Saat ini negara-negara industri sudah tidak memproduksi dan menggunakan CFC lagi. Dalam waktu dekat, CFC akan benar-benar dihapus di seluruh dunia. Seperti halnya karbondioksida (CO2), CFC juga merupakan gas rumah kaca dan berpotensi terhadap pemanasan global jauh lebih tinggi dibanding karbondioksida (CO2) sehingga dampak akumulasi CFC di atmosfer mempercepat laju pemanasan global. CFC akan tetap berada di atmosfer dalam waktu sangat lama, berabad -abad. Artinya, kontribusi CFC terhadap penipisan lapisan ozon dan Perubahan Iklim akan berlangsung dalam waktu sangat lama. (Andy T, dick www.wwf.or.id/climate(i)) . Yang bisa dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menghentikan pemanasan global adalah membuat studi teknologi dan ekonomi secara literatur untuk menunjukkan kebijakan berorientasi pasar yang dirancang sungguh -sungguh agar dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus kebijakan pembiayaan untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Studi ini dibuat agar akibat dari pemanasan global dan perubahan iklim tetap dapat memberikan manfaat ekonomi, termasuk lebih banyak sistem energi yang cost-effective, terjadinya inovasi teknologi yang lebih cepat, mengurangi pengeluaran untuk subsidi yang tidak tepat, dan pasar yang lebih efisien.
Pada intinya negara-negara di dunia harus berusaha melakukan efisiensi energi dan memasyarakatkan penggunaan energi yang dapat diperbarui (renewable energy) untuk mengurangi atau bahkan menghentikan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Denmark adalah salah satu negara yang tetap menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat meskipun harus mengurangi emisi gas rumah kaca.

3.      Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900 dan sekitar -2000, 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca tahun terakhir.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya hubungan jika dibandingkan dengan pengaruh Matahari. Mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

4.      Rusaknya kelestarian hutan
Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan luas hutan terbesar, yaitu 120,3 juta hektar (FWI/GFW, 2001). Sekitar 17% dari luasan tersebut adalah hutan konservasi dan 23% hutan lindung, sementara sisanya adalah hutan produksi (FWI/ GFW, 2001). Dari sisi keanekaragaman hayati, Indonesia termasuk negara paling kaya akan keanekaragaman hayati. Menurut situs web Indonesian National Parks, Indonesia memiliki sekitar 10% spesies tanaman dari seluruh tanaman di dunia, 12% spesies mamalia (terbanyak di seluruh dunia), 16% reptil dan amfibi, 17% spesies burung dan lebih dari 25% spesies ikan di seluruh dunia. Hampir seluruh spesies tersebut endemik atau tak terdapat di negara lain. Padahal jika hutan beserta keanekaragaman hayatinya dipelihara dengan baik, maka sesungguhnya akan memberikan keuntungan bagi Indonesia, baik secara sosial maupun ekonomi. Apalagi sektor-sektor seperti kehutanan, pertanian dan perikanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, industri dan pariwisata, sesungguhnya sangat bergantung pada keberadaan keanekaragaman hayati. Selama ini yang terjadi justru sebaliknya. Sejak tahun 1970-an, kerusakan hutan mulai menjadi isu penting, dimana penebangan hutan secara komersial mulai dibuka secara besar-besaran. Menurut data Forest Watch Indonesia, laju kerusakan hutan pada tahun 1985-1997 telah mencapai sebesar 2,2 juta per tahun (FWI, 2001 ). Kerusakan hutan terutama disebabkan oleh penebangan liar, kebakaran hutan (yang disengaja dan tidak disengaja), perkebunan skala besar serta kerusakan- kerusakan yang ditimbulkan RPH (Rak Pengusahaan Hutan) dan HTI (Hutan Tanaman Industri). Salah satu fungsi hutan sendiri adalah sebagai penyerap emisi GRK (biasa juga disebut emisi karbon). Hutan dapat menyerap dan mengubah karbondioksida (CO2), salah satu jenis GRK, menjadi oksigen (O2) yang merupakan kebutuhan utama bagi mahluk hidup. Ini berarti dengan luasan hutan Indonesia yang cukup luas, sekitar 144 juta ha (tahun 2002), sudah tentu emisi karbon yang dapat diserap jumlahnya tak sedikit, sehingga laju terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim dapat dihambat. Adapun jumlah CO2 yang telah diserap oleh hutan Indonesia pada tahun 1990 adalah sebesar 1500 MtCO2 (Indonesia: The First National Communication under UNFCCC, 1990). Sedangkan pada tahun 1994, hutan Indonesia hanya menyerap sekitar 404 MtC02 (NET dan Pelangi, 2000). Jadi, hanya dalam waktu 4 tahun, hutan Indonesia sudah "berhasil" melepaskan emisi GRK ke atmosfer sebesar 1.096 MtC02. Indonesia merupakan negara dengan luas hutan terbesar dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Namun, bersama Filipina, Indonesia memiliki laju deforestasi tertinggi. Laju deforestasi yang pada periode 1985- 1997 adalah 1,6 juta hektar per tahun meningkat menjadi 2,1 juta hektar per tahun pada periode 1997-2001. Salah satu akibatnya jumlah satwa Indonesia yang terancam punah tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga memengaruhi kesuburan tanah.

C.    Dampak pemanasan global
Pemanasan global yang terus menerus dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan. Tanaman dan binatang yang hidup di dalam laut menjadi terganggu. Binatang dan tumbuhan di daratan terdorong untuk berpindah ke habitat yang baru. Pola cuaca menjadi berubah menyebabkan tibulnya banjir besar, kekeringan, angin kencang, dan badai yang besar. Mencaimya es di kutub mengakibatkan peningkatan tinggi permukaan air laut. Penyakit-penyakit menyerang manusia secara meluas dan terjadi penurunan hasil panen di beberapa wilayah. Berikut adalah dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global :

1.      Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.

2.      Peningkatan permukaan air laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inci) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Everglades, Florida.

3.      Perubahan habitat
Pergeseran secara luas terjadi pada habitat-habitat tanaman dan binatang. Beberapa spesies sangat sulit untuk dapat bertahan di habitatnya sekarang. Beberapa tanaman bunga tidak dapat berbunga tanpa mengalami musim dingin yang benar-benar dingin. Dan kegiatan manusia telah mempersulit tumbuhan dan binatang untuk mencapai habitat barunya bahkan tidak memungkinkan bagi tumbuhan dan binatang untuk mencari habitat baru.

4.      Gangguan kehidupan laut
Dengan adanya pemanasan global suhu permukaan air !aut menjadi lebih hangat, sehingga meningkatkan tekanan bagi ekosistem laut seperti batu karang yang menjadi putih. Pada proses ini karang-karang melepaskan ganggang yang memberikan warna dan makanan pada karang, sehingga karang menjadi putih dan mati. Peningkatan suhu air juga membantu menyebarkan penyakit-penyakit yang sangat mempengaruhi kehidupan mahkluk-mahkluk di dalam laut.

5.      Mengancam kesehatan manusia
Penyakit-penyakit tropis seperti malaria dan demam dapat menyebar kewilayah yang lebih luas. Penderita kanker kulit juga meningkat. Gelombang panas yang terus menerus dapat menyebabkan penyakit dan kematian. Banjir dan kekeringan meningkatkan kelaparan dan kekurang gizi
.
6.      Perubaban hasil panen
Kanada dan sebagian Rusia bisa jadi lebih diuntungkan dengan meningkatnya hasil panen, tetapi peningkatan yang terjadi tidak sebanding dengan kerugian yang disebabkan oleh kekeringan dan kenaikan suhu terutama apabila melebihi beberapa derajad celsius. Panen di wilayah tropis menurun drastis karena suhu sedemikian tingginya sehingga tidak dapat ditolerir oleh tanaman.

D.    Usaha mencegah pemanasan global

1.      Pembangunan berkelanjutan
Pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam arti kita tidak hanya membangun untuk kita, generasi yang sekarang, melainkan juga untuk anak cucu kita, generasi yang akan datang. Haruslah ada jaminan tidak akan terjadi kerusakan karena lingkungan tidak dapat lagi mendukung pembaitgunan. Inilah hakekatnya pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan yang manaikkan mutu hidup dan sekaligus menjaga dan memperkuat lingkungan untuk mendukung pembangunan yang berkesinambungan. Daya dukung terlanjutkan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor biofisik maupun sosial budaya ekonomi. Kedua faktor itu saling memengaruhi. Faktor biofisik penting yang menentukan daya dukung yang terlanjutkan ialah proses ekologi yang merupakan sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumberdaya genetis. Faktor sosial budaya mempunyai peranan yang penting, bahkan menentukan daya dukung pembangunan. Sebab manusialah yang menentukan apakah pembangunan akan berjalan terus, atau terhenti.

2.      Keanekaragaman hayati
Sumber daya hayati dengan segala keanekaragamannya mempunyai peranan yang besar dalam menjamin kelestarian peradaban sesuatu bangsa. Kemampuan mengelola pengekspliotannya secara terlanjutkan, kemahiran dalam mendapatkan altematif bagi sesuatu komoditas yang mulai langka, pengembangan potensinya yang belum terungkap, pengetahuan mengembangkan melalui perakitan dan teknologi pemanfaatan lainnya harus dikuasai. Kekayaan alam meliputi sumber sumber tak terhabiskan seperti sinar matahari, angin, dan air. Sumber daya alam tak terpulihkan adalah mineral, minyak dan teknologi dan sumber daya manusia yang menguasainya. Kesemuanya merupakan unsur pembentukan lingkungan hidup yang melahirkan fenomena alam berupa ekosistem yang unik, tetapi beraneka ragam. Inilah yang dimanfaatkan secara bijaksana guna menunjang kehidupan bersama. Dalam era pembangunan sekarang segala sumber daya ingin dimanfaatkan. Hal ini semakin terasa agar cagar alam pun ingin dieksploitasi. Kesepakatan yang harus diambil dalam strategi pencagaran dunia mempunyai tujuan:
1)      Memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan,
2)      Mempertahankan keanekaragaman genetis,
3)      Menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem,
Ini berarti kepunahan jenis dan kerusakan ekosistem tidak boleh terjadi. Dengan terjaganya keanekaragaman jenis, proses ekologi yang esensial dalam sistem kehidupan akan dapat terpelihara pula. Terjaganya ekosistem dari kerusakan tidak hanya melindungi keanekaan jenis, melainkan juga menjaga proses ekologi yang esensial antara lain fungsi oro-hidrologi.

3.      Protokol Kyoto
Efek rumah kaca dan akibat-akibatnya yang mungkin ditimbulkan telah mendorong lahimya Protokol Kyoto. Protokol ini telah disepakati pada Konferensi ke-3 negara-negara pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim (The United Nations Frame Work Convention on Climate Change/the UNFCCC) yang diselenggarakan di Kyoto, Jepang tanggal 11 Desember 1997. Dan terbuka untuk ditandatangani dari tanggal 16 Maret 1998 sampai 15 Maret 1999 di Markas Besar PBB, New York. Pada waktu itu Protokol telah ditandatangani oleh 84 negara penandatangan. Namun demikian, bagi negara pihak yang belum menandatanganinya dapat mengaksesi protokol tersebut setiap saat. Protokol Kyoto mewajibkan negara pihak pada the UNFCCC untuk meratifikasi, akseptasi, memberikan approval ataupun aksesi, serta berlaku mengikat pada hari kesembilan setelah tidak kurang dari 55 negara pihak pada the UNFCCC, termasuk negara yang disebut dalam ANNEX I the UNFCCC di mana negara-negara yang masuk dalam kelompok tersebut memiliki kewajiban untuk mengurangi tingkat emisi GHGs-nya minima15,5 % dari tingkat emisi tahun 1990, telah mendepositkan instrumen ratifikasi, aksptasi, approval atau aksesi-nya. Adapun isi Protokol Kyoto pada pokoknya mewajibkan negara-negara industri maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (Green House Gases/GHGs) CO2, CH4, N2O, HFCS, PFCS dan SF6 minimal 5,5% dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 2008 sampai tahun 2012. Protokol 10 Kyoto juga mengatur mekanisme teknis pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs) yang dikenal dengan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM)
.
4.      Mekanisme pembangunan bersih
CDM adalah suatu mekanisme di bawah Protokol Kyoto yang dimaksudkan untuk mambantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs serta membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan the UNFCCC. Mekanisme ini menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi GHGs, di mana negara maju menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GHGs dengan imbalan CER (Certified Emission Reduction).
Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan dan memenuhi persyaratan dalam aspek berkesinambungan dari proyek CDM dan telah mengikuti proses validasi dan verifikasi akan mendapatkan sertifikat penurunan emisi (CERs). CDM adalah satu-satunya mekanisme di bawah Protokol Kyoto yang mengikutsertakan negara berkembang (Negara non Annex 1) dalam aksi penurunan emisi GHG global guna mencegah perubahan iklim. Pelaksanaan CDM diatur dan diawasi oleh Dewan Eksekutif CDM (CDM EB) serta di bawah bimbingan rapat tahunan seluruh negara yang meratifikasi Protokol Kyoto (COP/MOP) UNFCCC.

5.      Undang-Undang Lingkungan Hidup
Pemerintah dunia mulai melakukan berbagai upaya penegakan hukum terhadap unit usaha kegiatan yang tidak melalukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dengan baik, karena upaya pengelolaan lingkungan hidup sebagai bagian yang integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Penegakan hukum lingkungan secara konsekuen tentunya perlu keseriusan dari seluruh lapisan masyarakat sehingga permasalahan lingkungan dapat diminimalisasikan. Riyanto (1999) mengatakan bahwa "Selama ini pemerintah Indonesia banyak melakukan penegakan hukum melalui penerapan sanksi administrasi terhadap perusahaan yang melakukan pembuangan limbah melampaui mutu. Sanksi administrasi merupakan suatu upaya hukum yang harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi administrasi perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan. Di samping sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana". Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketat dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, bearulah dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium). Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila:
1) Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun temyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau
2) Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah, perdamaian, negoisasi/mediasi namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup.
Masalah lingkungan tidak selesai dengan pemberlakuan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. Penetapan suatu UndangUndang yang mengandung instrumen hukum masih harus diuji dalam pelaksanaannya (uitvoering atau implementation) sebagai bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan semakin penting sebagai salah satu sarana untuk mempertahankan dan melestarikan lingkungan hidup yang baik. Penegakan hukum yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup meliputi aspek hukum pidana, perdata, tata usaha negara serta hukum intemasional.

Artikel Kumpulan Materi SMA Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Kumpulan Materi SMA By Asrofi Mursalin